FRASA
Colin Widi Widawati K1208024
A. PENDAHULUAN
Bahasa merupakan suatu komponen penting yang digunakan dalam berkomunukasi. Pengenalan tentang kebahasaan pun perlu sekali ditingkatkan. Untuk itu, sebagai warga negara yang baik kita hendaknya mempelajari bahasa tidak hanya sekedar tahu bagaimana cara mengkomunikasikannya, tetapi juga tahu kaidah-kaidahnya. Baik kaidah secara tertulis maupun secara lisan.
Maka dari itu, ada ilmu yang mempelajari tentang bahasa yang disebut dengan linguistik. Linguistik itu sendiri meliputi beberapa ilmu, seperti fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan lain sebagainya. Dalam hal ini, kami akan membahas tentang sintaksis yang mempelajari tentang struktur kalimat, seperti frasa, klausa, dan kalimat.
Lebih rinci lagi akan dibahas mengenai frasa, banyak orang sering mempermasalahkan antara frasa dengan kata, ada yang membedakannya dan ada juga yang mengatakan bahwa keduanya itu sama. Seperti yang telah dipelajari dalam morfologi bahwa kata adalah adalah satuan gramatis yang masih bisa dibagi menjadi bagian yang lebih kecil. Sedangkan frasa merupakan gabungan dua kata yang bila digabungkan akan menghasilkan makna baru dan gabungan tersebut tidak melebihi batas fungsi. Hal yang selengkapnya mengenai frasa akan dibahas dalam materi berikut.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Apakah pengertian frasa itu?
2. Apasajakah jenis-jenis frasa itu beserta contohnya?
C. TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan dan manfaat dari makalah ini adalah:
1. untuk mengetahui makna dari frasa, dan
2. untuk mengetahui jenis-jenis frasa dengan contoh-contohnya.
D. PEMBAHASAN
1. Pengertian Frasa
Frasa adalah satuan konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan (Keraf, 1984:138). Frasa juga didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonprediktif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 1991:222). Frasa juga diartikan sebagai satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih, yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa (Cook, 1971: 91; Elson and Pickett, 1969: 73). Menurut Prof. M. Ramlan, frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan (Ramlan, 2001:139). Artinya sebanyak apapun kata tersebut asal tidak melebihi jabatannya sebagai Subjek, predikat, objek, pelengkap, atau pun keterangan, maka masih bisa disebut frasa.
Contoh:
a. gedung sekolah itu
b. yang akan pergi
c. sedang membaca
d. sakitnya bukan main
e. besok lusa
f. di depan.
Jika contoh itu diletakkan dalam kalimat, kedudukannya tetap pada satu jabatan saja.
a. Gedung sekolah itu(S) luas(P).
b. Dia(S) yang akan pergi(P) besok(Ket).
c. Bapak(S) sedang membaca(P) koran sore(O).
d. Pukulan Budi(S) sakitnya bukan main(P).
e. Besok lusa(Ket) aku(S) kembali(P).
f. Bu guru(S) berdiri(P) di depan(Ket).
Jadi, walau terdiri dari dua kata atau lebih tetap tidak melebihi batas fungsi. Pendapat lain mengatakan bahwa frasa adalah satuan sintaksis terkecil yang merupakan pemadu kalimat.
Contoh:
a. Mereka(S) sering terlambat(P).
b. Mereka(S) terlambat(P).
Ket: ( _ ) frasa.
Pada kalimat pertama kata ‘mereka’ yang terdiri dari satu kata adalah frasa. Sedangkan pada kata berikutnya hanya kata ‘sering’ yang termasuk frasa karena pada jabatan itu terdiri dari suatu kata dan kata ‘sering’ sebagai pemadunya. Pada kalimat kedua, kata ‘mereka’ dan ‘terlambat’ adalah frasa karena hanya terdiri dari satu kata pada tiap jabatannya.
Dari kedua pendapat tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa frasa bisa terdiri dari satu kata atau lebih selama itu tidak melampaui batas fungsi atau jabatannya yang berupa subjek, predikat, objek, pelengkap, atau pun keterangan. Jumlah frasa yang terdapat dalam sebuah kalimat bergantung pada jumlah fungsi yang terdapat pada kalimat itu juga.
2. Jenis Frasa
Jenis frasa dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya (pemadunya) dan berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya.
a. Berdasarkan Persamaan Distribusi dengan Unsurnya (Pemadunya).
Berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya (pemadunya) atau tipe bentuknya, frasa dibagi menjadi dua, yaitu Frasa Endosentris dan Frasa Eksosentris.
1) Frasa Endosentris, kedudukan frasa ini dalam fungsi tertentu, dapat digantikan oleh unsurnya. Atau frasa endosentrik dapat diartikan frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Unsur-unsur tersebut berkedudukan setara dan maknanya mengacu pada referensi yang sama (Ramlan, 1987:155). Unsur frasa yang dapat menggantikan frasa itu dalam fungsi tertentu yang disebut unsur pusat (UP). Dengan kata lain, frasa endosentris adalah frasa yang memiliki unsur pusat.
Contoh:
Sejumlah mahasiswa(S) diteras(P).
Kalimat tersebut tidak bisa jika hanya ‘Sejumlah di teras’ (salah) karena kata mahasiswa adalah unsur pusat dari subjek. Jadi, ‘Sejumlah mahasiswa’ adalah frasa endosentris.
Frasa endosentris sendiri masih dibagi menjadi tiga.
a) Frasa Endosentris Koordinatif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah unsur pusat dan mengacu pada hal yang berbeda diantara unsurnya terdapat (dapat diberi) ‘dan’ atau ‘atau’.
Contoh:
(1) rumah pekarangan
(2) suami istri dua tiga (hari)
(3) ayah ibu
(4) pembinaan dan pembangunan
(5) pembangunan dan pembaharuan
(6) belajar atau bekerja.
b) Frasa Endosentris Atributif, yaitu frasa endosentris yang disamping mempunyai unsur pusat juga mempunyai unsur yang termasuk atribut. Atribut adalah bagian frasa yang bukan unsur pusat, tapi menerangkan unsur pusat untuk membentuk frasa yang bersangkutan.
Contoh:
(1) pembangunan lima tahun
(2) sekolah Inpres
(3) buku baru
(4) orang itu
(5) malam ini
(6) sedang belajar
(7) sangat bahagia.
Kata-kata yang dicetak miring dalam frasa-frasa di atas seperti adalah unsur pusat, sedangkan kata-kata yang tidak dicetak miring adalah atributnya.
c) Frasa Endosentris Apositif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah unsur pusat dan mengacu pada hal yang sama. Unsur pusat yang satu sebagai aposisi bagi unsur pusat yang lain. Untuk itu, unsur-unsur pembentuknya secara otomatis mempunyai hubungan antarsuku, baik dalam hubungan posisi maupun hubungan makna. (Yuniawan, 2000)
Contoh:
Ahmad, anak Pak Sastro, sedang belajar.
Ahmad, …….sedang belajar.
……….anak Pak Sastro sedang belajar.
Unsur ‘Ahmad’ merupakan unsur pusat, sedangkan unsur ‘anak Pak Sastro’ merupakan aposisi.
Contoh lain:
(1) Yogya, kota pelajar
(2) Indonesia, tanah airku
(3) Bapak SBY, Presiden RI
(4) Mamad, temanku.
Frasa yang hanya terdiri atas satu kata tidak dapat dimasukkan ke dalalm frasa endosentris koordinatif, atributif, dan apositif, karena dasar pemilahan ketiganya adalah hubungan gramatik antara unsur yang satu dengan unsur yang lain. Jika diberi aposisi, menjadi frasa endosentris apositif. Jika diberi atribut, menjadi frasa endosentris atributif. Jika diberi unsur frasa yang kedudukannya sama, menjadi frasa endosentris koordinatif
2) Frasa Eksosentris, adalah frasa yang tidak mempunyai persamaan distribusi dengan unsurnya. Frasa ini tidak mempunyai unsur pusat. Jadi, frasa eksosentris adalah frasa yang tidak mempunyai UP.
Contoh:
Sejumlah mahasiswa di teras.
b. Berdasarkan Kategori Kata yang Menjadi Unsur Pusatnya.
Berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya, frasa dibagi menjadi enam.
1) Frasa nomina, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori nomina. UP frasa nomina itu berupa:
a) nomina sebenarnya
contoh:
pasir ini digunakan utnuk mengaspal jalan
b) pronomina
contoh:
dia itu musuh saya
c) nama
contoh:
Dian itu manis
d) kata-kata selain nomina, tetapi strukturnya berubah menjadi nomina
contoh:
dia rajin → rajin itu menguntungkan
anaknya dua ekor → dua itu sedikit
dia berlari → berlari itu menyehatkan
kata rajin pada kaliat pertam awalnya adalah frasa ajektiva, begitupula dengan dua ekor awalnya frasa numeralia, dan kata berlari yang awalnya adalah frasa verba.
2) Frasa Verba, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori verba. Secara morfologis, UP frasa verba biasanya ditandai adanya afiks verba. Secara sintaktis, frasa verba terdapat (dapat diberi) kata ‘sedang’ untuk verba aktif, dan kata ‘sudah’ untuk verba keadaan. Frasa verba tidak dapat diberi kata’ sangat’, dan biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh:
Dia berlari.
Secara morfologis, kata berlari terdapat afiks ber-, dan secara sintaktis dapat diberi kata ‘sedang’ yang menunjukkan verba aktif.
3) Frasa Ajektifa, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori ajektifa. UP-nya dapat diberi afiks ter- (paling), sangat, paling agak, alangkah-nya, se-nya. Frasa ajektiva biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh:
Rumahnya besar.
Ada pertindian kelas antara verba dan ajektifa untuk beberapa kata tertentu yang mempunyai ciri verba sekaligus memiliki ciri ajektifa. Jika hal ini yang terjadi, maka yang digunakan sebagai dasar pengelolaan adalah ciri dominan.
Contoh:
menakutkan (memiliki afiks verba, tidak bisa diberi kata ‘sedang’ atau ‘sudah’. Tetapi bisa diberi kata ‘sangat’).
4) Frasa Numeralia, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori numeralia. Yaitu kata-kata yang secara semantis mengatakan bilangan atau jumlah tertentu. Dalam frasa numeralia terdapat (dapat diberi) kata bantu bilangan: ekor, buah, dan lain-lain.
Contoh:
dua buah
tiga ekor
lima biji
duapuluh lima orang.
5) Frasa Preposisi, frasa yang ditandai adanya preposisi atau kata depan sebagai penanda dan diikuti kata atau kelompok kata (bukan klausa) sebagai petanda.
Contoh:
Penanda (preposisi) + Petanda (kata atau kelompok kata) di teras
ke rumah teman
dari sekolah
untuk saya
6) Frasa Konjungsi, frasa yang ditandai adanya konjungsi atau kata sambung sebagai penanda dan diikuti klausa sebagai petanda. Karena penanda klausa adalah predikat, maka petanda dalam frasa konjungsi selalu mempunyai predikat.
Contoh:
Penanda (konjungsi) + Petanda (klausa, mempunyai P)
Sejak kemarin dia terus diam(P) di situ.
Dalam buku Ilmu Bahasa Insonesia, Sintaksis, Ramlan menyebut frasa tersebut sebagai frasa keterangan, karena keterangan menggunakan kata yang termasuk dalam kategori konjungsi.
E. KESIMPULAN
Frasa didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonprediktif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
Jenis frasa dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya (pemadunya) dan berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya. Berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya (pemadunya) yaitu frasa endosentris dan frasa eksosentris. Berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya yaitu frasa nomina, frasa verba, frasa ajektiva, frasa numeralia, frasa preposisi dan frasa konjungsi.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dan Dery Sugono. 2002. Telaah Bahasa dan Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Arifin, Zaenal dan S. Amran Tasai. 2002. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Ibrahim, Syukur, dkk. Bahan Ajar Sintaksis Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang.
Ramlan, M. 2001. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: C.V. Karyono.
Rusnaji, Oscar. 1983. Aspek-aspek Sintaksis Bahasa Indonesia. IKIP Malang.
____________. Aspek-aspek Linguistik. IKIP Malang.
Samsuri. 1985. Tata Bahasa Indonesia Sintaksis. Jakarta: Sastra Budaya.
Sugono, Dendy. 1986. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: C.V. Kilat Grafika.
Tarigan, Henry Guntur. 1983. Prinsip-Prinsip Dasar Sintaksis. Bandung: Angkasa.
Wirjosoedjarmo. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Surabaya: Sinar Wijaya
Verhaar. 2004. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Yuniawan, Tommi. 2000. Jurnal: Tipe Frasa Apositif dalam Bahasa Inonesia.